Minggu, 14 Juli 2013

Indonesian Bureaucracy

photo 1
     Data dari kementerian pemberdayaan aparatur negara adalah 4,5 juta Pegawai negeri sipil di indonesia harus melayani 250 juta warga negara indonesia sehingga perbandingannya adalah sekitar 1:50 yang artinya jumlah ini tidak lah adeal. Jika menilik jumlah tersebut memang terlihat bahwa kerja PNS sangat lah berat dengan jadwal yang ketat, tapi ketika kita mencari inormasi tentang PNS maka data yang akan kita dapat adalah beban kerja PNS yang dirasa masih sangat ringan dan sangat terlihat mereka memiliki waktu luang yang sangat banyak. Jika kita melihat secara nyata maka memang benar kiranya jika PNS itu kerjanya santai dan tidak banyak beban yang ditanggung., lantas bagaimana dengan data yang diperoleh dari kementerian pemberdayaan aparatur negara tadi? apakah datanya tidak valid? seharusnya dengan perbandingan jumlah pelayan dan yang dilayani 1:50 maka kerja PNS tidaklah cukup 9 jam kerja selama 5 hari atau 8 jam kerja selama 6 hari saja? lalu dimanakah letak kesalahannya? dimana missing link dari permasalahan ini?

photo 2
     Dalam berbagai diskusi tentang PNS atau kerennya kita sebut sebagai SDM aparatur negara maka dimanapun kementerian di negeri ini baik pusat maupun Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di pemerintah daerah akan mengalami kendala yang sama yang diutarakan bahwa jumlah SDM mereka dari segi kualitas memang besar tapi dari segi kualitas sangatlah kecil.  Dalam berbagai kesempatan yang saya ikuti bahwa banyak pegawai yang hanya menumpang hidup dalam negara ini mereka menggunakan uang APBN untuk membiayai hidup mereka namun tidak banyak kontribusi yang mereka berikan kepada negara ini. Mengutip  kata anis baswedan lebih baik kita memiliki SDM yang small but powerfull dari pada large but uncontrolable mungkin hal itu yang sekarang tepat untuk dilakukan dalam managemen SDM Negara sekarang ini. Sehubungan dengan ide untuk membuat SDM yang small but powerfull ini terkendala aturan bahwa dalam sistem kepegawaian yang kita miliki menerapkan sistem easy way in hard way out, begitu mudahnya kita melakukan penerimaan pegawai tapi sangat susah untuk melakukan pengurangan pegawai. Contoh kecilnya adalah seorang pegawai baru dapat dipecat jika ia tidak masuk selama 30 hari kerja dalam satu tahun. lalu bagaimana nasib pegawai yang selama satu tahun masuk kerja tanpa cuti tetapi hanya absen pagi dan sore saja tanpa menghasilkan kinerja yang nyata? belum ada jawaban yang pasti karena memang jika diterapkan secara penuh aturan penilaian pegawai berdasarkan kinerja maka mungkin jumlah pegawai kita hanya akan tinggal 50% yang akan sanggup bertahan dengan penerapan aturan tersebut.

     Analisis beban kerja (ABK) mungkin telah diterapkan dibeberapa Kementerian yang telah melakukan reformasi birokrasi seperti kementerian keuangan sebagai salah satu pionirnya. Namun, tetap saja hal itu masih kurang maksimal karena penilaian beban kerja sendiri diukur perbagian kerja atau unit kerja, jika di kemenkeu dikenal dengan istilah kemenkeu 1,kemenkeu 2, kemenkeu 3, kemenkeu 4 hingga kemenkeu 5untuk unit organisasi yang masih menggunakan struktural hingga pejabat eselon 5. melalui penerapan sistem ini setiap unit memang diberikan jumlah pegawai sesuai dengan beban kerja yang mereka terima namun tetap saja, hal tersebut diukur berdasarkan unit kerja sehingga masih banyak free rider yang hanya menumpang dan membebani saja dalam penilaian kinerja berdasarkan sistem ABK tersebut yang berefek semakin beratnya beban kerja pegawaai yang memang sungguh-sungguh bekerja. 

       Indikator Kinerja Utama (IKU) diterpakan pada tahun 2010 untuk melakuan penilaian secara pribadi atau individual yang pada muaranya diterapkan untuk mengatasi banyaknya free rider dalam sistem pemerintahan kita ini. Budaya indonesia yang mengagungkan budaya ketimuran, rasa sungkan untuk melakukan kritik sedikit banyak membuat sistem penilaian yang seharusnya sangat baik ini menjadi sidikit bias. Dalam beberapa struktur kita memang telah memiliki sistem managemen internal atau kepatuhan internal yang seyogyanya dimaksudkan untuk melakukan pengawasan dari dalam sehingga tidak ada penyimpangan yang dilakukan ataupun apabila ada pelanggaran dapat diketaui secara dini sehingga mudah diatasi. Budaya kita yang sungkan melakukan penilaian terhadap orang lain secara terbuka membuat sistem pengawasan internal ini tidak dapat berjalan dengan baik. 

      Pada akhrinya kita tidak selalu dapat menyalahkan sistem yang ada karena dari sisi pembuat kebijakan pun banyak kendala yang kita tahu sukar untuk dipecahkan. Kita jalani dulu apa yang sekarang ada tetapi tidak lupa untuk membuat perbaikan-perbaikan sehingga kita tidak jalan di tempat. Saya pribadi merasa bahwa bangsa ini dalam beberapa tahun kedepan akan mengalami kemajuan yang signifikan dari sisi SDM penyelenggara negara nya. Oeleh sebab itu mari kita sama-sama kawal proses penyelenggaraan negara ini baik dari dalam maupun dari sisi luar. Saya yang sudah masuk edalam sebuah sistem akan mencoba untuk melakukan perbaikan dari sisi dalam, silahkan teman-teman yang mungkin berada dalam sisi luar untuk terus melakukan pengawasan, evaluasi terhadap kinerja kita yang berada didalam sistem ini. Satu hal yang perlu di ingat adalah janganlah membakar rumah atau ladang kita hanya karena dalam rumah atau ladang tersebut terdapat beberapa tikus,ular yang merugikan kita karena dalam rumah tersebut masih ada kawan kita yang juga bekerja secara maksimal untuk negara ini, jangalah bakar ladang kita karena dalam ladang kita masih ada orang yang berusaha bersungguh sungguh menggarap padi yang ada didalamnya, gunakanlah senjata yang tepat sasaran agar usaha kita hanya sukses untuk membunuh tikus tersebut bukan membakar selurh isi rumah atau ladang kita yang kaya ini.

mohon maaf banyak kekurangan, saran dan perbaikan selalu ditunggu.
kppn waingapu, 14 july 2013
STAN angkatan 2008